Memandang langit di malam hari Dengan mata lembab berbasah Memikirkan apakah esok akan ada untukku? Tak tahu sampai kapan tubuh ini kan menyerah Mungkin lusa detakku kan mati Mungkin juga hari setelahnya Sekat antara kita tidak jauh Datang nanti saja, aku masih ingin menikmati musuhmu, yang bernama hidup Titip diriku pada febuari, niscaya ku kan bahagia walau kau kan datang mendekat Sebelum febuari, kan ku hapus setiap air mataku Kan ku lebarkan bibir senyumku Kan ku hangatkan hadirku pada semua Kau harus tunggu di ujung Jangan dulu maju Karena aku belum mau Apakah sampai hariku di febuari?
Kita sama-sama saling pandang Dua pasang saling berhadapan Runtutan topikpun terucap Masalah kemarin, yang akan datang dan sekarang Duduk bersama dalam titik kumpul Membicarakan apa apa yang perlu Jangan lupa santapan harum Yang kan bisa meredakan gundahnya Kita berada di meja makan Tempat paling netral dalam rumah ini Berdialog berharap dapat solusi Bisa berakhir tangis Bisa berakhir pelukan Kadang emosi tak terbendung Banting pintu kamar dipikir selesai Namun segeram-geramnya manusia Akan kembali ke akar, yaitu keluarga
Seperti matahari yang pergi saat malam Lalu muncul kembali paginya Seperti lampu yang mudah mati dan menyala Apakah ini yang namanya tersungkur di kedewasaan dalam kekanakkan? Sukses adalah pintu tuk bijaksana yang palsu Sukses adalah pintu terlarang tuk kekanakkan yang butuh Ku masih ingin bermain di bawah hujan Mengeluh ketika kepanasan Menangis ketika kelaparan Enggan bangun dari tidur pagi Dan katakan tidak pada kewajiban Ku masih ingin menjadi muda Tapi tak bisa Karena katanya ku sudah dewasa Hadirlah tamu bulanan “Selamat kamu sudah bisa hamil” katanya Ku tertawa, betapa lucunya Wanita berdarah berarti dewasa
Comments