Posts

Febuari

Memandang langit di malam hari Dengan mata lembab berbasah Memikirkan apakah esok akan ada untukku? Tak tahu sampai kapan tubuh ini kan menyerah Mungkin lusa detakku kan mati Mungkin juga hari setelahnya Sekat antara kita tidak jauh Datang nanti saja, aku masih ingin menikmati musuhmu, yang bernama hidup Titip diriku pada febuari, niscaya ku kan bahagia walau kau kan datang mendekat Sebelum febuari, kan ku hapus setiap air mataku Kan ku lebarkan bibir senyumku Kan ku hangatkan hadirku pada semua Kau harus tunggu di ujung Jangan dulu maju Karena aku belum mau Apakah sampai hariku di febuari?

Dewasa?

Seperti matahari yang pergi saat malam Lalu muncul kembali paginya Seperti lampu yang mudah mati dan menyala Apakah ini yang namanya tersungkur di kedewasaan dalam kekanakkan? Sukses adalah pintu tuk bijaksana yang palsu Sukses adalah pintu terlarang tuk kekanakkan yang butuh Ku masih ingin bermain di bawah hujan Mengeluh ketika kepanasan Menangis ketika kelaparan Enggan bangun dari tidur pagi Dan katakan tidak pada kewajiban Ku masih ingin menjadi muda Tapi tak bisa Karena katanya ku sudah dewasa Hadirlah tamu bulanan “Selamat kamu sudah bisa hamil” katanya Ku tertawa, betapa lucunya  Wanita berdarah berarti dewasa

Dialog adalah Solusi (Meja Makan)

Kita sama-sama saling pandang Dua pasang saling berhadapan Runtutan topikpun terucap  Masalah kemarin, yang akan datang dan sekarang Duduk bersama dalam titik kumpul Membicarakan apa apa yang perlu Jangan lupa santapan harum Yang kan bisa meredakan gundahnya Kita berada di meja makan Tempat paling netral dalam rumah ini Berdialog berharap dapat solusi Bisa berakhir tangis  Bisa berakhir pelukan Kadang emosi tak terbendung Banting pintu kamar dipikir selesai Namun segeram-geramnya manusia Akan kembali ke akar, yaitu keluarga

Hariku Harinya

Bertanya ku pada malam Katanya ia sedang terlelap Bertanya ku pada mentari Katanya dia sedang tersenyum Hidupnya seperti biasa Hidupku luar biasa Malamku penuh air mata Pagiku penuh penyesalan Siangku penuh keraguan Soreku penuh renungan Lalu terulang kembali esoknya Lalu terulang kembali esoknya Bertanya ku pada angin Katanya ia sedang tertawa Bertanya ku pada hujan Katanya ia sedang berdamai Hidupnya seperti biasa Hidupku luar biasa Malamku penuh air mata Pagiku penuh penyesalan Siangku penuh keraguan Soreku penuh renungan Benarkah diri ini butuh sosoknya? Benarkah dirinya tak perlu sosokku?

Rindu Lagi

Ini terlalu sedih Hujan pun berteduh dari air mataku Ini terlalu pedih Darah pun sembunyi melihat lukaku Ku tahu realita kita tak bertemu Ku tahu hatimu takkan ku miliki Namun, bisa kah dirimu memelukku untuk yang terakhir kalinya? Kan ku simpan dekapanmu dalam lemari kaca Yang setiap hari kan ku pandang dan ku nikmati hangatnya Kan ku ingat lembut bibirmu di memori terdalam Yang setiap hari kan ku lumat dalam mimpiku Rinduku padamu seperti air bah Tak bisa terbendung oleh cawannya Arusnya menghancurkan segala yang ada Meledak ke segala sisi arah Menggenang seluruh sekitar Sekali lagi, bisa kah dirimu memelukku untuk yang terakhir kalinya?

29 April 2021

Pertama kalinya, aku sebut satu buah nama dalam doa, selain nama keluargaku dan temanku.  Tak hanya berdoa agar aku bisa memilikinya, aku juga turut berdoa atas kesehatannya, keselamatannya, dan kebahagiaannya. Meminta kepada Tuhan agar selalu ada alas yang hangat dalam tidurnya, atap yang kuat untuk melindunginya, ada makanan & minuman yang lezat dalam lambungnya. 

10 November 2019

Bayangkan sebuah sudut. Gelap. Kosong. Dikelilingi dinding hitam. Di situ ku berada, pesimis, tak ada harapan. Terang bulan tak ada, apalagi matahari, apalagi sinar cintamu. Nihil. Hatiku hampa. Tak beroksigen. Sunyi. Redup.